Langsung ke konten utama

PERTEMUAN DALAM WARUNG YANG SAMA

PERTEMUAN DALAM WARUNG YANG SAMA

Warung Mbah Ito 2 dalam jam jam segini memang ramai. Apalagi menjelang istirahat bagi mereka yang berkerja. Selepas membayar ujian tadi, Aku dan Aying tak langsung pulang, akan tetapi lanjut ke Mbah Ito 2. Bilangnya ngopi, sesampai sini pesan Ekstra Joss 2. Hamm.. bukannya Indonesia memang begitu, yang dikerjakan dengan yang diucapkan berbeda. Tapi apapun itu, es di siang hari memang sangat menyegarkan. Jadi tak salah memesannya. Karena, tepat di kondisi yang tepat pula.

Tak lama selepas adzan Dzuhur, Ubek setelah itu Dika dan yang terakhir Rizal datang merapat. Pertemuan ini seperti reuni SMK, seperti pertemuan yang sudah direncanakan. Padahal tak ada rencana untuk kumpul atau janjian ataupun juga menyuruh untuk datang merapat. Pertemuan ini terjadi dengan sendirinya. Atau lebih tepat warung ini yang bisa mengumpulkan kita. Saling sapa dan di lanjut basa-basi menjadi pembuka pertemuan ini. Pembicaraan mengalir di sela-sela asap berbagai macam jenis rokok. 

Kami adalah alumni SMK SDL. Aku, Dika, Aying, dan Rizal satu kelas jurusan Teknik Pemesinan (TPM). Sementara Ubek jurusan Multimedia. Di sekolah dulu, dari kami tak ada pembelajaran yang diikuti full seharian, kecuali Aying. Tipologi siswa jurusan TPM terbagi menjadi dua. Yang pertama siswa aktif, yang seharian full mengikuti pelajaran. Sementara yang kedua adalah siswa yang istirahat, yang sekolah hanya sampai waktu istirahat saja. Lah.. Aying tergolong siswa yang pertama. Sementara kita yang kedua.
Semenjak kelas XII, kita seperti tak benar-benar sekolah. Bagaimana tidak, sekolahan seperti halnya tempat untuk menikmati pengangguran tanpa benar benar untuk niat belajar. Aku sendiri berangkat sekolah jam setengah delapan pagi. Jam yang menurut kebanyakan orang sudah siang, namun masih pagi menurutku. Maklum, kehidupan malam membawaku dalam keadaan ngantuk di pagi hari. Beberapa dari kami memang menikmati sekolah dengan berleha-leha. Menganggap proses pelajaran seperti permainan.

Singkat cerita, setelah tiga tahun di lalui, kami lulus tanpa ada momen spesial seperti wisuda bersama. kami lulus seperti tanpa pamitan. Waktu itu, setelah ujian kelulusan telah selesai adalah libur panjang. Dan di lanjut dengan wisuda yang digelar dengan tertutup. Pesertanya hanya beberapa anak saja sebagai perwakilan yang dipilih. Yang menurutku hanya sebagai pantes-pantesan ben ketok resmi. Sementara yang lain akan tetap terus menikmati libur panjang. Tak ada foto kelulusan memakai baju toga. Tak ada euforia yang berlebih. Maklum, kami lulus di jaman virus.

Kami berlima tak pernah menyesali pernah wisuda ataupun tidak. Yang terpenting adalah keakraban dalam pertemanan dan silaturasa tetap terjaga. Semenjak lulus, semuanya melanjutkan hidup dan mengejar impiannya masing-masing. Ada yang melanjutkan kuliah, ada yang melanjutkan kerja, ada yang merantau, bahkan juga sudah ada yang membangun rumah tangga. Sudah satu tahun ini, kita sudah punya hidup sendiri. Semua terasa begitu cepat.

Mbah Ito 2
Agustus, 2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEPAKBOLA; IMUNISASI KEHIDUPAN

Sepakbola bagiku bukan hanya sekedar permainan menendang dan memasukkan bola ke gawang lawan dengan sebanyak-banyaknya. Bukan! Sepakbola lebih dari itu.  Sepakbola bagiku adalah soal gairah hidup yang darinya meliputi berbagai perasaan. Senang, sedih, bahagia, kecewa, dan emosi menyatu bersamaan dengan bergulirnya si kulit bundar. Sepakbola menjadi teman untuk menghidupi hidup atas kegagalan, pelepas beban, dan pelengkap perjalanan hidup yang hebat.  Atmosfirnya yang aku rindukan dan untuk menjadi nyawa pada adanya gairah.  Berangkat ke stadion dengan rindu yang kesekian kalinya. Lalu, senang dan tawa riah dalam duduk memutari air persahabatan. Lalu ketika peluit ditiup, adukan perasaan mulai dipertaruhkan hingga 2x45 kedepannya. Meramalkan doa-doa dan nyanyian. Memberi semangat ketika kebanggaan mulai menyerang. Menteror lawan ketika memegang bola. Hingga umpatan serapah "bajingan" ketika ada keputusan kontroversial dari si pengadil. Ah, teramat sulit untuk dijel

SADTEMBER

SADTEMBER Bagi kalangan orang yang berkesadaran dan menolak lupa, bulan September adalah bulan mengenang berbagai peristiwa. Bulan yang menempati urutan ke-9 dalam penanggalan Masehi ini, sering di kaitkan dengan kata 'Hitam' dibelakangnya. Ya, tentu saja. Kata itu untuk mempertajam dan menggarisbawahi berbagai peristiwa. Banyak tanggal bertinta hitam untuk menolak lupa pada kekerasan negara.  Paragraf di awal tulisan ini merupakan tulisan seorang mahasiswa. Ya, dengan berbagai dialektika yang ada, semester 5 telah mengenalkanku pada kontradiksi. Tak seperti tulisanku yang ada di gambar itu—yang ku tulis dan ku upload di FB waktu masih berseragam abu-abu. Konyol, tentunya. Ruang dan lini masa yang berbeda membuatku berbeda juga, walaupun masih dalam konteks yang sama; bulan September. Walaupun berbeda, aku belum tau tolak ukurnya, apakah hari ini lebih baik atau malah sebaliknya.  Melihat jejak sosial media di FB, terkadang membuat ku larut dalam kenangan sejarah. D

INDONESIA PAGI HARI

INDONESIA PAGI HARI Dalam pagi yang selalu berganti, Anak anak mengawali hari berseragam rapi. Berteman burung-burung yang bernyanyi riang. Mentari adalah alarm disetiap pagi Indonesia  yang baru bangun. Sosok Indonesia terlihat pada senyum ceria  anak-anak berangkat ke sekolah. Menenteng tas membawa restu orang tua. Sosok Indonesia terlihat pada guru berpakaian batik  dalam siap untuk pengajaran. Angin pagi berhembus menyapa pohon Menggugurkan daun-daun kering berserakan. Pertengkaran, perselisihan,  politik rakus, dalam isu-isu yang semerbak. "Seorang bapak rela mencuri satu buah handphone  untuk biaya anaknya sekolah, Pelajar kembali terlibat tawuran, Seorang murid menantang duel guru,  kasus pelecehan kembali muncul, sekolah terpaksa tutup, mahasiswa kembali demo,  merdeka belajar, seorang rektor terjerat kasus korupsi,  pendidikan mahal, jual beli skripsi,  ayam kampus, NKRI harga naik dan bla bla bla"  Bum. Ki Hajar Dewantara muak  dengan berita-berita pendi