Langsung ke konten utama

KAMAR KUSAM


Siang kali ini tak terlalu panas. Matahari sedang malas hari ini. Entah tadi malam belum tidur atau tidurnya gak nyenyak, entah. Matahari hanya diam tak berkata. Di kamar yang tak sebegitu luas, yang hanya muat satu kasur, satu lemari, dan satu kipas inilah, tempat merebahkan badan yang nyenyak, serta boleh ku katakan "dunia kecil" tempatku berproses. 

Selain sebagai tempat tidur yang nyaman, di kamar inilah aku sering mengurung diri didalamnya. Berbagai macam aktivitas juga tak luput kulakukan, mulai dari membaca buku, berkarya, memunculkan ide, menggagas pikiran, sampai meluapkan berbagai rasa, dan masih banyak lagi hal-hal yang masih terbilang manfaat yang kulakukan di kamar ini.

Di kamar kecil dan kusam ini, pikiran-pikiran bebas keluar. Ide seliar mungkin boleh tercipta. Merenung, muhasabah diri, marah, dendam, cinta, puisi, sepakbola, dendam, dan kasih sayang sudah terjejer rapi di lemari. Ini adalah ruang bebas, di kamar ini, aku tak pernah merasakan malu untuk menjadi diriku sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEPAKBOLA; IMUNISASI KEHIDUPAN

Sepakbola bagiku bukan hanya sekedar permainan menendang dan memasukkan bola ke gawang lawan dengan sebanyak-banyaknya. Bukan! Sepakbola lebih dari itu.  Sepakbola bagiku adalah soal gairah hidup yang darinya meliputi berbagai perasaan. Senang, sedih, bahagia, kecewa, dan emosi menyatu bersamaan dengan bergulirnya si kulit bundar. Sepakbola menjadi teman untuk menghidupi hidup atas kegagalan, pelepas beban, dan pelengkap perjalanan hidup yang hebat.  Atmosfirnya yang aku rindukan dan untuk menjadi nyawa pada adanya gairah.  Berangkat ke stadion dengan rindu yang kesekian kalinya. Lalu, senang dan tawa riah dalam duduk memutari air persahabatan. Lalu ketika peluit ditiup, adukan perasaan mulai dipertaruhkan hingga 2x45 kedepannya. Meramalkan doa-doa dan nyanyian. Memberi semangat ketika kebanggaan mulai menyerang. Menteror lawan ketika memegang bola. Hingga umpatan serapah "bajingan" ketika ada keputusan kontroversial dari si pengadil. Ah, teramat sulit untuk dijel

SADTEMBER

SADTEMBER Bagi kalangan orang yang berkesadaran dan menolak lupa, bulan September adalah bulan mengenang berbagai peristiwa. Bulan yang menempati urutan ke-9 dalam penanggalan Masehi ini, sering di kaitkan dengan kata 'Hitam' dibelakangnya. Ya, tentu saja. Kata itu untuk mempertajam dan menggarisbawahi berbagai peristiwa. Banyak tanggal bertinta hitam untuk menolak lupa pada kekerasan negara.  Paragraf di awal tulisan ini merupakan tulisan seorang mahasiswa. Ya, dengan berbagai dialektika yang ada, semester 5 telah mengenalkanku pada kontradiksi. Tak seperti tulisanku yang ada di gambar itu—yang ku tulis dan ku upload di FB waktu masih berseragam abu-abu. Konyol, tentunya. Ruang dan lini masa yang berbeda membuatku berbeda juga, walaupun masih dalam konteks yang sama; bulan September. Walaupun berbeda, aku belum tau tolak ukurnya, apakah hari ini lebih baik atau malah sebaliknya.  Melihat jejak sosial media di FB, terkadang membuat ku larut dalam kenangan sejarah. D

INDONESIA PAGI HARI

INDONESIA PAGI HARI Dalam pagi yang selalu berganti, Anak anak mengawali hari berseragam rapi. Berteman burung-burung yang bernyanyi riang. Mentari adalah alarm disetiap pagi Indonesia  yang baru bangun. Sosok Indonesia terlihat pada senyum ceria  anak-anak berangkat ke sekolah. Menenteng tas membawa restu orang tua. Sosok Indonesia terlihat pada guru berpakaian batik  dalam siap untuk pengajaran. Angin pagi berhembus menyapa pohon Menggugurkan daun-daun kering berserakan. Pertengkaran, perselisihan,  politik rakus, dalam isu-isu yang semerbak. "Seorang bapak rela mencuri satu buah handphone  untuk biaya anaknya sekolah, Pelajar kembali terlibat tawuran, Seorang murid menantang duel guru,  kasus pelecehan kembali muncul, sekolah terpaksa tutup, mahasiswa kembali demo,  merdeka belajar, seorang rektor terjerat kasus korupsi,  pendidikan mahal, jual beli skripsi,  ayam kampus, NKRI harga naik dan bla bla bla"  Bum. Ki Hajar Dewantara muak  dengan berita-berita pendi